Senin, 10 Mei 2010

RPH

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Suatu industri daging dan pengolahannya merupakan salah satu cabang industri pemenuhan sumber makanan bagi manusia baik itu yang berupa daging mentah maupun yang telah diolah. Dalam proses pemenuhannya saling terkait dengan suatu teknik dimana proses daging tersebut didapat kemudian diolah. Teknik yang dimaksud yakni teknik pemotongan dari ternak, dimana teknik pemotongan merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah daging yang dihasilkan baik seperti tujuannya yaitu untuk menghasilkan daging yang ASUH.

Salah satu tempat yang tepat untuk mendapatkan daging yang ASUH khususnya pada ternak yaitu RPH ( Rumah Pemotongan Hewan). Dimana di RPH ini teknik yang dilakukan dalam pemotongan sudah baik karena sudah menggunakan teknologi dalam proses pemotongannya tanpa ada campur tangan manusia. RPH merupakan suatu kompleks bangunan yang telah didesain dan dikontruksi dengan baik sesuai dengan standar yang berlaku.

Pada RPH merupakan tempat pemotongan bagi ternak besar khususnya sapi yang tentunya menghasilkan daging (karkas). Namun selain daging (karkas), ada pula by product yang nantinya akan mengalami suatu proses pengolahan. Untuk mengetahui lebih banyak mengenai RPH dan hasil dari RPH ini baik itu karkas maupun by productnya maka dilakukan survey langsung ke Rumah Pemotongan Hewan.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk melihat secara langsung kondisi bangunan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan mengetahui pemanfaatan RPH oleh masyarakat setempat.

Sedangkan kegunaan dari praktikum ini adalah agar dapat melihat dan membandingkan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) secara langsung dengan film dokumenter serta dapat mengetahui pemanfaatan Rumah Pemotongan Hewan bagi masyarakat

Waktu dan Tempat

Praktek lapang Abatoir dan Teknik Pemotongan Ternak pada kunjungan ke Rumah Pemotongan Hewan (RPH) ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 24 April 2010 pukul 05.00 WITA sampai selesai bertempat di RPH Tamarunang Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

PEMBAHASAN

A. Persyaratan Lokasi

Pada pengamatan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang Kab. Gowa terlihat bahwa letak dari RPH ini masih belum cukup baik sebab RPH Tamarunang ini letaknya masih dekat dengan kawasan pemukiman masyarakat. Tentu hal ini sangat mengganggu keadaan masyarakat setempat. Selain itu RPH Tamarunang ini berada diketinggian dari pemukiman penduduk. Kondisi yang seperti ini akan membuat kenyamanan masyarakat terganggu sebab jika suatu RPH berada di tempat ketinggian dan limbah dari kotoran ternak tidak diolah maka akan menimbulkan bau yang tentunya akan mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar.

Menurut Anonima (2010) bahwa syarat lokasi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yaitu tidak bertentangan dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) serta tidak berada di bagian kota yang padat penduduknya dan letaknya lebih rendah dari pemukiman penduduk. Sedangkan keadaan geografis RPH Tamarunang ini belum cukup mendukung kegiatan RPH ini karena jumlah ternak yang dipotong tiap harinya hanya berkisasr 5 ekor dan selebihnya lebih dipilih untuk dipotong di rumah warga.

B. Persyaratan Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu factor yang mendukung tercapainya daging yang ASUH serta proses distribusi daging yang lancar ke konsumen. Baik Rumah Pemotongan Hewan (RPH) maupun Rumah Pemotongan Unggas (RPU) harus memiliki sarana dan prasarana yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Abubakar (1998) bahwa ketersediaan sarana di Rumah Pemotongan Ayam (RPA) sangat penting untuk berlangsungnya proses pemotongan dan untuk menghasilkan ayam potong berkualitas baik.

Sarana yang terdapat pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang yang tidak bagus yaitu jalan dimana sebagian akses jalan ke RPH ini rusak. Hal ini tentunya akan mengganggu proses pemotongan di RPH, baik itu sebelum maupun setelah ternak disembelih. Misalnya saja saat ternak dibawa ke RPH dengan kondisi jalan yang rusak maka akan membuat ternak mudah stres. Hal ini sesuai dengan pendapat Abustam (2009) bahwa stres pada ternak terjadi akibat perjalanan jauh dan tidak diberi pakan. Setelah ternak disembelih atau telah menjadi karkas saat akan dibawa ke konsumen dengan kondisi jalan yang rusak tentunya akan memperlambat tibanya karkasnya ke konsumen sehingga mengurangi nilai ekonomis dari karkas itu sendiri. Sebab pola pikir masyarakat saat ini apabila daging telah layu maka masyarakat tentunya akan mempertimbangkan untuk membeli daging tersebut. Untuk sarana transportasi pada RPH Tamarunang ini tidak memadai karena alat transportasi seperti mobil pengangkut ternak dan daging tidak dipisahkan (cuman menggunakan satu alat transportasi)

Sedangkan untuk prasarana seperti listrik sangat cukup, namun walaupun ketersediaan listrik yang banyak maupun sedikit tidak terlalu mempengaruhi proses penyembelihan pada RPH ini. Sebab proses pemotongan di RPH ini masih menggunakan cara tradisional tanpa menggunakan listrik. Akan tetapi ketersediaan listrik di RPH sangat penting. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonima (2010) bahwa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilengkapi dengan sumber tenaga listrik yang cukup.

Ketersediaan air pada RPH ini sangatlah kurang sebab setelah proses pemotongan selesai daerah kotor yang bersatu dengan daerah bersih tidak langsung dibersihkan, hal ini membuktikan bahwa ketersediaan air di RPH ini sangat tidak mencukupi. Padahal ketersediaan air pada suatu Rumah Pemotongan Hewan (RPH) sangatlah penting untuk menjaga kebersihan RPH sendiri. Hal ini sesuai pendapat Anonima (2010) bahwa Rumah Pemotongan Hewan (RPH) harus dilengkapi dengan sumber air yang cukup dan sesuai SNI serta kebutuhan ternak masing-masing.

C. Persyaratan Bangunan dan Tata Letak

Bangunan-bangunan yang terdapat di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang terdiri atas bangunan utama dan bangunan penunjang. Bangunan utama terbagi atas 2 bagian yaitu 1) bangunan induk yang terdiri atas ruang pemotongan (killing box, rail sistem), ruangan pengolahan kulit, kepala, dan kaki, ruang penanganan jeroan merah (jantung, paru-paru, limpa), ruang penangana jeroan hijau (rumen, retikulum, omasum, usus, dan abomasum), ruang chilling (pelayuan), ruang deboning, dan ruang karyawan. 2) Kandang penampungan, kandang karantina, dan gangway menuju bangunan induk. Sedangkan bangunan penunjang terdiri atas kantor, kantin, rumah dinas 3 unit, bengkel, ruang pembakaran, ruang genset, instalasi air, garasi, dan mushallah. Hal ini sesuai pendapat Anonimb (2010) bahwa suatu RPH harus dilengkapi dengan bangunan utama, kandang penampungan, dan kandang isolasi dimana setiap bangunan dirancanag sedemikian rupa untuk menghasilkan daging yang higienis serta masing-masing bangunan dilengkapi dengan saluran limbah dan sumber air yang cukup selama pemotongan.

Pada RPH Tamarunang ini untuk daerah bersih dan daerah kotor bersatu, dimana daerah bersihnya terdiri dari ruangan pembagian karkas dan ruang pelayuan (chilling room). Sedangkan daerah kotornya terdiri atas tempat pemotongan, tempat pengeluaran darah, serta ruang penangana jeroan hijau dan jeroan merah. Hal ini sesuai pendapat Anonima (2010) bahwa daerah kotor merupakan daerah dengan tingkat pencemaran kimiawi, biologi, dan fisik tinggi sedangkan daerah bersih merupakan daerah dengan tingkat pencemaran kimiawi, biologi, dan fisik rendah.

Untuk tata letak dari beberapa bangunan di Rumah Pemotongan Tamarunang (RPH) Tamarunang ini sudah cukup baik. Dimana bangunan utama dan bangunan penunjang jaraknya tidak terlalu berdekatan (kira-kira 10 meter tiap banguan). Hal ini sesuai pendapat Anonimc (2010) bahwa tata ruang RPH yang baik dan berkualitas biasanya dirancang berdasarkan desain yang baik dan berada di lokasi yang tepat untuk kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang dan menjamin fungsinya secara normal. Begitupun dengan kandang penampungan yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan bangunan utama yang nantinya akan memudahkan pekerja dalam proses pemotongan dan efisiensi waktu. Selain itu di setiap sisi kandang penampungan terdapat jalur untuk menggiring ternak ke tempat pemotongan (gangway) yang lebarnya hanya cukup satu ekor ternak saja, hal ini dimaksudkan agar ternak tidak banyak bergerak saat akan digiring. Hal ini sesuai pendapat Anonima (2010) bahwa pada kandang penampunga RPH harus terdapat jalur penggiring hewan (gangway) dari kandan penampungan menuju tempat penyembelihan.

D. Persyaratan Peralatan

Sebagai salah satu Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang ada di Indonesia tentunya sudah menjadi hal yang mendasar jika Rumah Pemotongan Hewan (RPH) memiliki peralatan dan fasilitas yang cukup memadai. Namun semuanya itu butuh keterampilan khusus dalam menggunakan semua peralatan yang serba modern serta kesadaran para pekerja dalam pemanfaatannya serta pentingnya peralatan tersebut.

Adapun peralatan yang terdapat di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang ini yaitu :

1. Pisau causer (Causer Knife), yang digunakan untuk menyembelih dan terbuat dari bahan stainless steel. Dan ada pisau yang bentuknya melengkung digunakan untuk melepaskan kulit

2. Skabbar, digunakan untuk menyimpan alat-alat pemotongan seperti pisau

3. Hot emertion, digunakan untuk sterilisasi alat pemotongan dengan air panas

4. Sharpening, digunakan untuk mengasah/mempertajam pisau

5. Mata gergaji, terdiri dari dua yaitu panjang untuk membelah ternak setelah disembelih dan yang pendek untuk membelah karkas

6. Beef hanger, digunakan untuk menggantung ternak yang baru disembelih

7. Carcass hanger, digunakan untuk menggantung karkas

8. Rail sistem, digunakan untuk menggantung sapi dengan menggunkan elektrikal hois

9. Timbangan digital, digunakan untuk menimbang berat hidup ternak

10. Pakaian pekerja, warna putih digunakan untuk pekerja yang bertugas di daerah bersih dan warna kuning digunakan untuk pekerja yang bertugas di daerah kotor

Dari beberapa peralatan yang terdapat pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang sudah cukup memadai. Akan tetapi pemanfaatan dari peralatan tersebut oleh para pekerja masih jauh dari harapan. Sebab peralatan yang ada tidak dimanfaatkan dengan baik oleh para pekerja, bahkan peralatan yang ada hanya menjadi simpanan di RPH ini. Selain itu adapula beberapa peralatan yang sudah berkarat, padahal alat-alat yang digunakan di RPH baik itu untuk menyembelih maupun untuk membagi karkas haruslah terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat. Hal ini sesuai pendapat Anonima (2010) bahwa seluruh perlengkapan pendukung dan penunjang di Rumah Pemotongan Hewan harus terbuat dari bahan yang tidak mudah korosif.

E. Higienitas Karyawan dan Perusahaan

Karyawan yang bekerja di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang sebagian besar merupakan warga sekitar RPH. Jumlah karyawan yang bekerja setiap harinya yakni kurang lebih 50 dimana terdiri dari 4 orang yang mengurusi manajemen RPH, 10 pekerja daerah kotor, 10 pekerja daerah bersih, 2 dokter hewan, dan sebagiannya lagi jagal dimana setiap jagal memiliki 5 pekerja. Hal ini sesuai pendapat Anonimd (2010) bahwa jumlah tenaga kerja yang ada di RPH yaitu 30 orang atau lebih yang dibagi dalam pekerja yang bekerja di daerah kotor dan daerah bersih serta pekerja yang mengurusi urusan selain pemotongan, ditambah dengan 2 orang dokter hewan yang mengurusi kesehatan ternak yang akan disembelih, dan juga memeriksa layak tidaknya daging yang dihasilkan untuk dikonsumsi.

Higienitas karyawan dari Rumah Pemotongan Ternak (RPH) Tamarunang masih kurang terjaga. Karena daerah kotor dan daerah bersih bersatu, jadi para pekerja yang berada di daerah kotor bisa saja bekerja di daerah bersih. Selain itu di RPH Tamarunang ini tidak dilengkapi dengan sistem sanitasi untuk setiap karyawannya sehingga daging bisa saja terkontaminasi oleh bakteri. Hal ini sesuai pendapat Ensminger (1998) bahwa kontaminasi pada karkas dapat berasal dari lantai bangunan, peralatan, air pencuci, dan pekerja yang tidak higienis.

Sedangkan untuk higienitas perusahaan sudah cukup baik karena setiap tamu yang hendak memasuki kawasan RPH harus mendapat izin dari pengelola RPH dan mematuhi segala peraturan yang berlaku di RPH Tamarunang.

F. Persyaratan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet)

Kesmavet pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan suatu pengawasan terhadap produk yang akan dihasilkan oleh RPH terjamin higienitasnya. Untuk menghasilkan daging yang memenuhi persyaratan teknis ASUH (Aman, Sehat, Utuh, Halal) maka selain diperlukan fasilitas yang mendukung proses penyembelihan diperlukan seorang tenaga dokter untuk memeriksa kesehatan ternak yang akan disembelih. Hal ini sesuai pendapat Abustam (2009) bahwa pemeriksaan ternak sebelum pemotongan (antemortem) sangat penting untuk menjaga higienitas daging yang dihasilkan.

Pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang dalam menjaga sistem Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) ini sudah sangat baik karena setiap ternak yang akan masuk ke RPH Tamarunang ini akan diperiksa 2 kali. Pertama, pemeriksaan administrasi untuk menjamin bahwa ternak yang akan masuk merupakan ternak yang sudah legal dan memiliki segala persuratan. Sebab jika terdapat kejanggalan dalam administrasi maka RPH yang akan menanggung resikonya. Pemeriksaan kedua, yaitu pemeriksaan antemortem dimana ternak yang akan masuk ke ruang penyembelihan diperiksa oleh dokter hewan yang bertugas di RPH tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa ternak yang akan disembelih dalam keadaan sehat sehingga kualitas karkas yang dihasilkan terjaga. Hal ini sesuai pendapat Anonima (2010) bahwa pada setiap RPH harus mempunyai tenaga yang dokter hewan yang bertanggung jawab terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan prosedur pemotongan hewan, penanganan daging serta sanitasi dan higienitas.

Sedangkan untuk pemeriksaan postmortem tidak dilakukan di RPH Tamarunang ini karena selain keterbatasan peralatan untuk pemeriksaan, juga karena proses pemasaran yang harus sesuai kondisi pasar, dimana rata-rata ternak disembelih pada pukul 04.00 WITA dan sudah harus dipasarkan ke konsumen pukul 05.30 WITA.

G. Persyaratan Ruang Chilling (Pelayuan)

Ruang chilling merupakan suatu ruangan yang diperuntukkan untuk karkas untuk dilayukan agar kualitas karkas yang dihasilkan bagus dan persentase darah pada karkas berkurang. Hal ini sesuai pendapat Anonimc (2010) bahwa ruang chilling (pelayuan) berfungsi untuk mengurangi persentase darah pada karkas.

Pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang terdapat pula ruang chilling yang letaknya berada di daerah bersih, untuk memudahkan proses pemindahan karkas dari daerah bersih. Hal ini sesuai pendapat Anonima (2010) bahwa ruang pendingin/pelayuan terletak di daerah bersih. Akan tetapi pemanfaatan ruang chilling (pelayuan) di RPH Tamarunang ini tidak terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan oleh pola pikir masyarakat. Sebab saat ini masyarakat dalam memilih daging melihat dari tekstur dan warna dimana daging tersebut masih merah dan kandungan darah cukup banyak. Dan apabila daging dimasukkan kedalam ruang chilling (pelayuan) maka daging tentunya akan berwarna merah gelap dan sedikit kandungan darahnya. Padahal kandungan zat gizi daging yang sudah dimasukkan lebih baik dan kandungan mikroba sudah sedikit.

H. Kendaraan Pengangkut Daging

Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang ini setiap harinya memotong sapi sebanyak 5 ekor/hari dan pada hari-hari tertentu, seperti Idul Fitri dapat mencapai 100 ekor/hari. Pemasaran daging dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang adalah Gowa, Makassar, dan Maros. Dari hasil ini dapat dilihat segmen pasar atau target konsumen berada pada daerah Gowa pada khususnya dan daerah Makassar pada umumnya.

Dalam proses pemasaran daging tersebut diperlukan suatu kendaraan pengangkut daging. Pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang ini kendaraan pengangkut daging terpisah dengan kendaraan pengangkut ternak, sehingga daging yang akan dipasarkan bersih dari mikroba. Kendaraan pengangkut daging pada RPH ini adalah mobil boks yang tertutup agar daging yang akan dipasarkan terjaga kebersihannya. Hal ini sesuai pendapat Anonima (2010) bahwa boks pada kendaraan pengangkut harus tertutup.

I. Pengolahan Limbah

Limbah hasil pemotongan hewan di RPH yang berupa feses, urine, isi rumen atau lambung, darah afkiran daging atau lemak, dan air cuciannya dapat menjadi media pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri sehingga limbah tersebut mudah mengalami pembusukan. Hal ini sesuai pendapat Roihatin (2007) bahwa proses pembusukan pada limbah ternak akibat adanya kandunga NH3 dan H2S yang diatas maksimum sehingga kedua zat menimbulkan bau yang tidak sedap.

Di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang ini limbah yang dihasilkan oleh ternak disalurkan oleh saluran khusus ke suatu tempat penampungan yang lokasinya jauh dari RPH dan lingkungan masyarakat, hal ini agar bau yang ditimbulkan oleh limbah tersebut tidak mengganggu lingkungan. Hal ini sesuai pendapat Anonimc (2010) bahwa lokasi penanganan limbah ternak RPH harus jauh dari lingkungan masyarakat. Lanjut menurut Anonima (2010) bahwa pada RPH harus terdapat sarana pengolahan limbah.

Akan tetapi sarana pengolahan limbah di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang ini sudah termanfaatkan dengan baik. Dimana limbah hasil kotoran ternak ini dijadikan pupuk organik yang dapat dimafaatkan oleh masyarakat.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Tamarunang (RPH) maka dapat diambil kesimpulan bahwa :

ü Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang terletak di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

ü Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang memiliki fasilitas bangunan yang modern dan peralatan yang canggih, akan tetapi pemanfaatannya masih belum efisien

ü Proses pemotongan ternak di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang masih menggunakan cara tradisional

ü Manfaat Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Tamarunang ini bagi masyarakat adalah menyediakan daging yang ASUH, mampu menyerap tenaga kerja, serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kab. Gowa pada khususnya.

Saran

Agar pada praktek lapangnya selanjutnya waktu kunjungan dipercepat agar kita dapat melihat proses pemotongan secara langsung.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar. 1998. Teknologi Pasca Panen untuk Menambah Nilai Tambah Hasil Ternak. Pusat Pengembangan dan Penelitian Peternakan. Bogor

Abustam, Effendi. 2009. Mekanisme Penyediaan Daging. Cinnata Universitas Hasanuddin. Makassar

Standar Nasional Indonesia. 1999. Rumah Pemotongan Hewan SNI 01-6159-1999. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta

Anonimb. 2010. Standarisasi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Indonesia. http://standar_RPH.com. Diakses 24 April 2010

Anonimc. 2010. Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Sapi. http://loveseptina.com. Diakses 24 April 2010

Anonimd. 2010. Tinjauan Filosofis Rumah Pemotongan Hewan di Indonesia. http://razalimahyiddin.com. Diakses 24 April 2010

Ensminger. 1998. Poultry Science. The Interstate Printer and Publisher Inc, Denvile

Roihatin, Anis. 2007. Pengolahan Air Limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dengan cara Elektrokoagulasi Aliran Kontinyu. Universitas Diponegoro. Semarang

1 komentar: